Dear readers,
Selama beberapa minggu belakangan, saya kembali ke twitter. Niat awal untuk kembali aktif di media sosial yang satu itu sebenarnya agar saya bisa pelan-pelan menjauhi instagram. Sebenarnya tidak seperti kebanyakan orang, bagi saya instagram bisa menjadi hiburan sekali ketimbang toxic. Hanya saja, karena sekarang sedang memikirkan tesis (baca: bukan menulis tesis), saya merasa Instagram sedang tidak baik untuk saya.
Saat kembali ke twitter, dasar saya orangnya sangat senang mencurahkan hati di dalam bentuk tulisan, kerjaan saya jadinya update Twitter melulu. Sedih sedikit, curhat. Kesal sedikit, misuh. Senang sedikit, diutarakan. Mengingat pengikut akun twitter saya yang tidak banyak, sebenernya membuat saya merasa lebih lega dan leluasa mengekspresikan isi hati. Tidak sering hal ini malah membuat saya jadi berandai-andai untuk menempatkan diri saya sebagai salah seorang tidak beruntung yang entah kenapa tetap memilih untuk mengikuti akun twitter saya.
Kalau sedang berandai-andai seperti itu, yang pertama kali terlintas di pikiran pengikut saya barangkali soal apa ya yang kira-kira sedang dipikirin seorang Lina, kok bisa-bisanya apdet status macam itu di twitter? atau mungkin bisa juga seperti waduuu, nih orang kenapa tetiba frontal amat ngomong begini, kan gue jadi kaypoh!
Hal yang sama terjadi juga ketika saya iseng membaca tulisan blog orang. Sering sekali saya berfikir dan menebak-nebak orang seperti apa ya yang ada di balik blog yang sedang saya baca. Saya juga merasa senang dan terhibur sekali saat membaca pengalaman dan isi pikiran berbagai macam orang. Semenjak kembali diingatkan perasaan menyenangkan itu, saya pun memutuskan kembali dengan kini menyewa domain setelah berulang-kali on-ff di dunia blog. Saya agak terkejut saat menyadari kenyataan kalau dunia blog masih ramai serta rupanya selama ini saya saja yang mengira era blog telah berakhir semenjak instagram dan twitter semakin ramai-ramai digandrungi para pengguna internet.
Photo by Dan Dimmock on Unsplash
Leave a Reply